Cerita ini lama kelamaan mulai garing. Jadi maaf kalo ngga memuaskan/akhirnya gantung.
kalo gaada yg bisa nerima kekurangan cerita ini, mending langsung back dan gausah baca. Thanks!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Masa lalu itu seolah-olah ngejar gue lagi. Semua
yang ada di depan mata gue seolah berhubungan dengan masa lalu.
Gue tau, masa lalu letaknya di masa lalu. Dia ngga
akan pernah jadi masa sekarang.
Rasanya masa lalu itu belum puas bikin gue
tertekan, bikin gue sakit.
Tapi sekarang, lebih tepatnya semenjak Crystal ada,
gue ngga terlalu takut sama masa lalu itu. Apalagi sekarng, gue udah jadi
temennya dia. Gue bisa terus ada di sisi dia. Walaupun hanya sebatas teman.
Emang mau lu apalagi, Van? Jadi pacar dia? Mimpi.
“Van, pulang yuk. Gue takut ditanya macem-macem
sama Kak Freyna atau Kak Alfen” Crystal menepuk tangan gue. Digituin aja gue
udah deg-deg an.
“Eh iya. Ayo,” kata gue sambil menggandeng tangan
dia.
Gue jalan keluar café dan menuju mobil. Crystal
keliatan diem aja dan matanya terus tertuju ke tangan dia dan tangan gue yang
saling bergandengan.
“Eh maaf. Reflex tadi,” kata gue. Canggung banget.
“Iya gapapa kok,” Crystal tersenyum. Damn, her
smile looks like more beautiful.
Gue sama Crystal sama-sama diem. Gatau mau ngomong
apalagi. Gue juga nyetir dengan keadaan pikiran kacau banget.
“Van,” Crystal manggil gue. Mungkin dia ngga tahan
keadaan hening banget.
“Iya?” gue menoleh sebentar ke Crystal. Crystal
menarik nafas dan mengeluarkannya dengan keras banget.
“Gue rasa, lu menang taruhan itu. Lu berhasil deket
sama gue, Van” dia ngomong kayak gitu sambil nunduk.
Wait. Kenapa dia kayak nyesel gitu? Dia nyesel
deket sama gue?
“Crystal, look at my eyes now,” dia ngangkat
mukanya. Sekarang kita tatapan. Mobil gue tepiin dulu untuk sementara. “Lu
nyesel deket sama gue?”
Dia mengerjapkan matanya. Ekspresinya unyu parah.
Eh salah.
“Kenapa lu mikir kayak gitu, Van?” Crystal
mengangkat sebelah alisnya.
“Karena lu keliatan sedih dan nundukin muka pas
ngomong gitu,” kata gue sarkastik.
Crystal terkekeh. “Hahaha. Gue nunduk gara-gara gue
malu ngomong gitu. Bayangin aja, gue yang bikin deal, tapi gue yang kalah”
Gue cengo. Fool me.
“Jadi sekarang kita temen?” kata Crystal sambil
menyodorkan jari kelingkingnya.
Gue terkekeh. Gue menyambut jari kelingkingnya. “Temen”
Entah kenapa, sebagian dari hati gue rasanya sakit
waktu tau Crystal cuma nganggep gue temen.
Gapapa, step by step. Pertama temen, kedua lebih
dari temen!
***
“Thanks udah nganterin gue, nyelametin gue,
dengerin curhatan gue, pokoknya thanks for today ya, Van!” kata Crystal saat
dia mau keluar dari mobil.
“Don’t mention it. Kita temen kan? Udah sepantasnya
temen kayak gitu. Ada disaat yang lain butuh,” kata gue sambil tersenyum tulus.
“Yaudah, gue masuk dulu ya,” Crystal membuka pintu
mobil. Baru juga dia mau jalan satu langkah, dia udah jatoh. Kaki dia sakit
lagi?
Gue keluar dan langsung nolongin Crystal. “Kalo
masih sakit bilang, dasar bandel,” kata gue sambil menyentil keningnya.
Dia mengusap keningnya. “Bantuin gue masuk ke rumah
coba, Van. Lu ngga mau ngeliat gue jatoh lagi kan?”
Ide iseng tiba-tiba muncul di kepala gue.
“Lu ini kan yang jatoh, bukan gue,” kata gue dengan
nada tengil. Crystal menyipitkan matanya. Dia mendengus.
“Fine. Gini lu sama temen sendiri. Oke fine,” kata
dia sambil nyoba berdiri. Gue langsung ngebantuin dia dan nganterin dia sampe
pintu rumahnya.
“Katanya ngga mau bantuin?” dia jawab dengan nada
ketus. Haha. Lucu ya kalo Crystal lagi ngambek.
Gue mengacak rambutnya. “Gue becanda, Stal. Masuk gih,
langsung istirahat ya. Besok jangan lupa gue jemput lagi,” kata gue sambil
berjalan menjauh dari rumah Crystal.
Gue masuk ke mobil. Nunggu sampe Crystal masuk ke rumah.
Setelah Crystal bener-bener masuk ke rumah, gue langsung otw rumah yang ngga
nyampe 5 menit juga nyampe.
***
“Cie yang habis jadi superhero”
“Cie yang habis jadi pahlawan buat pujaan hatinya”
“Cieee”
Nathan sama Claudi langsung ngeceng-cengin gue pas
gue nyampe rumah.
“Cie yang pada iri gara-gara gue bisa jadi
superhero” kata gue datar. Beneran deh, mereka itu hobi banget ngeledekin gue.
“Vander, besok anterin gue sekolah ya. Nathan ngga
bisa nganterin. Ya ya ya?” kata Claudi sambil masang puppy eyes.
“Ngga. Gue besok berangkat bareng Crystal. Ngga
sempet kalo harus nganterin bocah kayak lu dulu”
Claudi cemberut. “Sekolah gue sama sekolah lu kan
searah kali, Van. Tega bener sih sama adek sendiri. Gue aduin Mama nih biar
fasilitas lu disita semua!”
Gue melotot. Bisa banget dia ngancemnya. “Fine. Besok
gue nganter lu. Jam 6 harus udah siap. Gamau tau. Jam 6 belum siap, gue tinggal”
“Makasih abang Ivander yang ganteng” Claudi
langsung nyium pipi gue. Kalo ada maunya aja baru baik sama gue.
Gue menuju balkon kamar. Gue ngeliat ke sebrang. Di
sana ada Crystal lagi duduk di bangku sambil megang gitar. Gue kepengen main
gitar juga jadinya.
Gue akhirnya masuk ke kamar dan ngambil gitar
kesayangan gue. Gue duduk di balkon. Memetik lembut senar-senar gitar.
The
best thing about tonight that we’re not fighting
Could
it be that we have been this way before
I
know you don’t think that I’m trying
I
know wearing thin down to the core
But
hold your breath
Because
tonight will be the night that I will fall for you
Over
again, don’t make me change my mind
Or
I won’t live to see another day
I
swear it’s true
Because
a girl like you is impossible to find
You’re
impossible to find
Yap. Gue, Christianus Ivander mengaku kalau gue
udah jatuh ke dalam pesona icegirl seorang Crystalvania Benita.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Author's Note (lagi)
bentar lagi klimaks. eh ngga juga deng. gue masih punya kejutan buat kalian semua para reader! hoho:3