Gue. Ngga. Percaya.
Dari sekian banyak anak cowok di
kelas ini, kenapa harus si-nyebelin itu sih?! Tadi pagi gue udah ‘perang’ sama
dia gara-gara rebutan kursi sama dia. Sumpah ngga elit banget. Persis kayak
bocah. Apasih gue ngga jelas. Abaikan.
Bu Lilian yang baik hati dan tidak
sombong, mengapa ibu membuat saya satu kelompok dengan dia?
“Baik anak-anak. Sekian pertemuan
kali ini. Silahkan kerjakan tugas kalian dengan baik dan harus bisa solid
dengan partner kalian. Selamat pagi.” Bu Lilian pamit dan keluar kelas. Gue
cuma bisa meratapi nasib. Oke. Crystal mulai lebay.
Lagian kan gue ngga akan selamanya
sekelompok sama dia. Semoga cuma kali ini aja. Amin.
“Oy. Kapan mau ngerjain?” tiba-tiba
sebuah suara mengejutkan gue. Apabanget deh bahasanya.
“Lu ngomong sama gue?” tanya gue
dengan nada sinis. Hey, gue emang gini. Ngomong sama orang bakal sinis selain
sama ortu, Della, dan kedua kakak gue.
“Ngga sama tembok” katanya sambil
memutar bola matanya. Eh kok dia keliatan unyu sih? EH. Crystal mulai gila.
“Oh. Yaudah lanjutin gih ngomongnya”
gue jawab dengan nada datar.
“Astaga. Mimpi apa gue ketemu sama
cewe model begini,” dia bergumam tapi gue bisa ngedenger dengan jelas.
“Lu ngomong apa? Jangan
ngejelek-jelekin orang di belakangnya. Ngomong sini depan muka langsung.”
Dia cengo dan….shock? Mungkin
kata-kata gue terlalu nyelekit bagi dia.
“Eumm sorry.” Katanya pelan. Gue
pura-pura asik sama gadget gue.
“Crystal.”
Demi apa dia manggil nama gue?! Tau
darimana dia? Ah iya, tadi Bu Lilian nyebutin. Dasar Crystal bego.
“Apaan?”
“Tugas bio.. Mau dikerjain kapan?”
dia keliatan lega banget gue nanggepin omongan dia.
“Terserah lu aja.” Jawab gue sambil
masih asik mainan sama handphone gue.
“Besok mau?”
“Yaudah. Dimana?”
Dia keliatan mikir. Gue akhirnya
mengalihkan perhatian gue dari handphone gue ke orang yang sekarang lagi
ngomong sama gue which is…
Wait. Nama dia tadi siapa?
Ah ya. Ivander. What’s a nice name.
Mikir apasih lu, Crys?
“Di rumah lu gimana? Kalo di rumah
gue, adek gue suka ribet.”
“Yaudah. Alamatnya ntar gue bbmin aja
ya. Besok lu kesana pas pulang sekolah” kata gue. Ngga sengaja gue natep
matanya. Matanya warna coklat terang. Sumpah. Demi. Apapun. Matanya. Keren.
Banget. Oke gue lebay.
“Gue ngga punya pin lu.”
“Nih” kata gue sambil menyodorkan
handphone gue. Dia mengeluarkan handphonenya juga. Njir, hape kita samaan!
“Thanks. Besok lu mau bareng gue
atau-“
“Gue balik sendiri. Lu ntar nyusul
aja ke rumah guenya” kata gue yang sengaja memotong omongannya.
“Okay. See you tomorrow, Stal.”
Wtf. Dia manggil gue apa? Stal?
“Sorry. Lu manggil gue apa?”
“Stal. Any problem?” kata dia sambil
senyum kecil. Sial. Dia kece banget pas lagi senyum kayak gitu.
“No. Lu satu-satunya orang yang
manggil gue ‘Stal’ . Biasanya orang-orang manggil gue ‘Crys’”
“Cause I’m different than anyone,
Stal.” Kata dia sambil senyum. Senyumnya kayak bener-bener tulus.
Sial, jantung gue kayak main tornado
yang ada di Dufan itu.
“Errh. Whatever lah, Iv” kata gue
cuek.
“What? Iv?” dia jawab sambil cengo
lagi. Nih anak hobi cengo ya?
“Yes. Any problem?” kata gue dengan
nada persis kayak dia ngomong tadi.
“No. But only you who call me with
that name. But I like it” Sial! Dia pede banget sih!
“Nama lu Ivander kan? Wajar dong kalo
gue panggil Iv” kata gue membela diri.
“Tapi panggilan gue Vander”
“Oh. Mana gue tau nama panggilan lu
Vander. Kan pertemuan pertama kita bisa dibilang ngga enak.”
“Ah ya. Let’s fix it. Gue Vander.
Christianus Ivander” katanya sambil mengulurkan tangannya kayak orang ngajak
kenalan. Dan dia senyum. Senyumnya kece parah kaliii.
Gue menyambut tangannya. “Gue
Crystal. Crystalvania Benita”
Dia mengangkat sebelah alisnya. “What
a unique and….” Dia menggantungkan kalimatnya. Tiba-tiba dia mendekatkan
wajahnya ke telinga gue, lalu berbisik “beautiful name” lalu dia pergi gitu aja
sambil cengar cengir.
Deg. Oh jantung, berdetaklah dengan normal!
No comments:
Post a Comment