Sunday, June 8, 2014

The Ice: (Maybe) An Epilog

Dear someone who I loved the most,
Saat lu baca ini, artinya gue udah ngga ada disamping lu buat nemenin lu lagi.
Tapi tenang aja, gue selalu di hati lu kok. Gue bakal jadi penjaga hati lu untuk ngehindarin hati-hati lain yang mencoba buat ngehancurin hati lu.
Maaf.
Entah gue harus bilang berapa ribu kata maaf karena harus ninggalin lu. Jujur gue ngga mau. Tapi takdir berkata lain.
Gue tau lu ngga siap nerima semua ini, tapi gue tau kalo lu kuat ngadepin ini semua.
Lu cewek terkuat yang pernah gue kenal.
Makasih buat segala sesuatu yang udah lu kasih ke gue. Segala kenangan dan rasa nyaman yang selalu lu berikan ke gue. It means a lot for me.
Lu harus tau, I’m always with you. Gue selalu ada buat lu kapanpun lu butuhin gue.
Walaupun lu ngga bisa liat wujud gue lagi.
Tutup mata lu dan fokuskan hati lu. Gue bakal dateng buat lu.
Simpan terus kenangan kita ya. Gue ngga mau kalo lu lupain kenangan ini.
Tapi, lu harus nyari orang lain buat ngegantiin gue ya. Ngeganti posisi gue buat jagain lu secara real.
Gue yakin bakal ada orang yang sayang sama lu secara tulus dan ngga akan ninggalin lu kayak apa yang gue lakuin.
Gue sayang sama lu. Kemarin, sekarang, dan selamanya.
***
Author’s POV
Suasana rumah itu begitu kelam. Aura kesedihan sangat mendominasi tempat itu. Terlihat dari wajah semua orang yang ada di sana, mereka baru saja mengalami peristiwa kehilangan.
Seorang gadis berambut panjang berwarna hitam kecoklatan masuk ke dalam rumah itu. Wajahnya datar, tidak menampilkan ekspresi apapun. Tapi jika melihat tepat ke dalam mata biru lautnya, disana tergambar jelas bahwa ia sangat kehilangan.
“Kak, Vander mana? Crystal mau ketemu sama dia,” gadis itu menemui seorang laki-laki berkacamata yang sedang duduk di taman. Laki-laki itu menatap sang gadis dengan tatapan penuh luka.
“Ikhlasin dia, Crystal. Dia udah tenang di sana,” laki-laki itu mengelus rambut Crystal dengan penuh kasih sayang.
“Ohiya lupa. Vander kan udah ninggalin Crystal. Yaudah Crystal balik dulu ya, Kak. Kalo kakak ketemu sama Vander, bilang Crystal kangen sama dia,” gadis itu berbicara tetap tanpa ekspresi. Namun lagi-lagi mata itu tidak bisa bohong. Mata itu menyiratkan luka yang begitu dalam.
***
Crystal berdiam diri di balkon kamarnya sambil terus membaca ulang surat yang baru ia terima kemarin malam. Perasaannya tak menentu. Sakit, kehilangan, kesal, kecewa semua berkumpul jadi satu.
Dia kira prom night semalam akan menjadi malam yang indah.
Namun nyatanya?
Dia harus kehilangan orang yang benar-benar dia sayang.
Bahkan ada satu fakta yang dia lupakan akibat kejadian semalam.
Ulang tahunnya sendiri.
“Van.. harusnya lu ada di sini. Kita jalan bareng buat ngerayain ulang tahun gue. Waktu itu ulang tahun gue, lu kasih kejutan yang luar biasa indah. Tahun ini? Lu kasih gue kejutan yang luar biasa mengejutkan”
Air mata mulai turun di kedua pipi Crystal. Ingatannya berputar akan kejadian semalam.
>Flashback<
“VANDER AWAS!” Crystal berteriak namun pisau itu terlebih dahulu menancap di perut Vander.
Vander langsung ambruk ke pangkuan Crystal. Di sisa kesadarannya, Vander tersenyum sangat tulus.
“Ini balasan yang harus gue terima karena waktu itu udah nabrak Andra dan kabur gitu aja. Makasih udah ngasih gue kesempatan yang kedua yam” Vander berkata dengan nada lirih.
Crystal berusaha keras menahan isak tangisnya. Namun, air mata itu berkhianat. Dengan mulusnya, ia turun membasahi pipi mulus gadis itu.
“Lu ngga boleh pergi, Van. Gue ngga mau kehilangan orang yang gue sayangi untuk kedua kalinya. Cukup Andra yang pergi, lu ngga harus pergi!”
Vander hanya tersenyum. “Bye Crystalvania Benita”
“VANDER!” Crystal berteriak histeris. Dia liat sekeliling, 5 orang itu sudah pergi.
Dasar pengecut, batin Crystal.
Seakan tersadar, dia langsung mengambil handphonenya dan menelfon Nathan, kakak dari Vander.
10 menit kemudian, Nathan datang bersama ambulance. Para suster mengambil tubuh Vander.
Nathan menghampiri Crystal lalu memeluk tubuh gadis itu.
“Vander.. Kak.. Vander..”
Nathan mengelus rambut Crystal, “Dia bakal baik-baik aja”
Semalaman Crystal menjaga Vander. Berharap kedua mata laki-laki itu terbuka. Kata-kata dokter yang memeriksa Vander begitu memukul Crystal.
“Jika sampai keesokan harinya Vander belum juga sadar, Vander tidak dapat diselamatkan. Luka tusukan itu tepat di organ vitalnya. Saya harap anda dan keluarga segera menyiapkan mental untuk menerima kemungkinan yang terburuk”
Crystal menggenggam tangan Vander, “Kamu harus sadar, Van. Aku ngga mau kehilangan kamu. Aku sayang kamu”
Untuk pertama kalinya, dia berbicara dengan bahasa aku-kamu, bukan lu-gue. Crystal berkata dengan segenap kekuatan yang ia punya, “Aku sayang kamu. Selalu”
Setelah berkata itu, garis penunjuk detak jantung Vander berubah menjadi garis lurus. Gadis itu histeris, dokter segera masuk ke ruangan itu.
“Maaf, Vander tidak bisa diselamatkan”
Pagi harinya, Vander langsung dimakamkan. Crystal tak lagi menangis, ekspresinya datar, tidak menampilkan emosi apapun, namun mata biru lautnya itu menjawab semuanya.
Mata itu menyiratkan kehilangan yang begitu besar.
Crystal mendekat kepada makam itu, “Kok cepet banget sih ninggalinnya? Gue kan masih mau ngejalanin hidup sama lu. Lu jahat,” Crystal menarik nafas. “Gue.. Gue sayang sama lu”
“Aku juga sayang sama kamu, Stal”
Crystal merasa ada yang berbisik di telinganya. Tidak salah lagi, itu suara Vander. Tangisnya tak bisa ia tahan lagi.
Sungguh ia begitu menyayangi laki-laki itu.
>Flashback End<
Air mata terus mengalir di pipi gadis itu. Ditangannya ada sebuah kotak yang merupakan barang terakhir yang dititipkan oleh Vander.
Ia tak bisa. Ia tak sanggup jika harus kehilangan lagi. Cukup waktu itu ia kehilangan Andra, ia tidak mau kehilangan Vander.
Namun takdir berteriak dengan keras dan kenyataan menamparnya telak.

Vander sudah tak ada di sisinya dan Vander tak mungkin kembali lagi.

Author's Note:
HAI! AKHIRNYA THE ICE BERES! *elap keringet* Silahkan tebak ini epilog atau bukan. bisa jadi ini epilog, bisa jadi ngga. 
Sedih ya? 
Kalo ngga kena feelnya, maaf. Masih author abal-abal:(
Jangan bunuh gue kalo misalnya kalian ngga setuju Vander pergi:(
Sepertinya, gue bakal buat kelanjutan dari kisah ini. Liat ntar aja deh ya;3
Makasih buat Stefani, Adeline, Shilma, Jihan yang udah setia baca cerita ini. Yang selalu nerror gue ketika The Ice sempet ngga lanjut. I'm nothing without them! 
Makasih juga buat para readers yang udah mau baca. Siapapun itu, makasih udah mau baca.
Mau baca versi wattpad? baca disini: wattpad.com/christaviana 
Akhir kata, selamat tinggal dan sampai bertemu dicerita lainnya!:*

Pertama dibuat: 3 April 2014
Ending : 8 Juni 2014
Lama pembuatan: +- 65 hari. 

No comments:

Post a Comment